Rutan Indonesia “Tidak Jera” Over Kapasitas

  • Bagikan

Lagi kaburnya para tahanan rutan kelas IIB Pekanbaru Riau baru-baru ini pada Jumat 5 Mei 2017 menghebohkan masyarakat Indonesia, ini merupakan rekor baru untuk Indonesia sebab jumlah tahanan yang kabur sebanyak 442 tahanan. Kaburnya para tahanan ditenggarai karena kelebihan/ over kapasitas penghuni Rutan Pekanbaru Riau. Rutan ini seharusnya hanya bisa menampung kurang lebih 350 tahanan saja namun dihuni 1.870 narapidana.

Selain itu juga kaburnya para tahanan karena tidak tahan dengan perlakuan para petugas rutan yang sering kali melakukan pungutan liar dan perlakuan yang tidak manusiawi. Pasca kericuhan rumah tahanan Polda Pekanbaru melakukan pengejaran dibantu para patugas, polisi serta TNI dilibatkan untuk menangkap kembali para tahanan yang kabur.

Setelah beberapa hari melakukan pengejaran Polda Pekanbaru berhasil meringkus 231 tahanan yang ditangkap tidak jauh dari Rutan, bahkan ada yang sampai keluar daerah, untuk saat ini masih ada tahanan yang masih belum ditemukan. Fakta ini menunjukkan bahwa sistem hukum sekuler di negeri ini sudah gagal dalam mengatasi kejahatan dan kriminalitas, terbukti dengan kelebihan kapasitas Rutan.

Solusi sementara yang dilakukan oleh pihak Rutan dan Pemerintah Pekanbaru adalah memindahkan para tahanan ke Rutan lain yang ada di Pekanbaru Riau untuk sementara waktu. Ibarat menumpahkan air ke dalam gelas, kalau sudah terisi penuh air akan tumpah, solusinya supaya air tadi tidak sampai tumpah bukan dengan menganggantinya dengan gelas yang lebih besar, seharus kita bisa saja menghentikan air yang ditumpahkan kedalam gelas, begitupun untuk masalah ini.

Lepasnya tahanan karena over kapasitas bisa terjadi karena terlalu banyak para narapidana yang masuk. Bayaknya narapidana mencerminkan sanksi atau hukuman tidak memberikan efek jera  pada para terpidana. Sebagai contoh, pembunuhan yang disengaja (Pasal 338 KUHP) hanya dikenakan sanksi paling lama 15 tahun penjara. Sanksi yang tidak menimbulkan efek jera ini alih-alih menekan angka kejahatan yang terjadi, jumlah penjahat dan residivis terus meningkat. 

Akibatnya, pemerintah kewalahan membiayai makan para Napi atau tahanan. Selama 4 tahun saja anggaran untuk hunian lapas mencapai Rp 1,5 triliaun, namun tidak cukup menangani over kapasitas di 463 lapas atau Rutan se Indonesia (republika.co.id,12/8/2014).

Selain itu, di penjara, terpidana bukan hanya mendapat “kuliah” gratis cara melakukan kejahatan yang lebih besar bahkan disinyalir penjara menjadi tempat yang nyaman melakukan pelecehan seksual, kasus penyalahgunaan dan pereredaran narkoba serta kasus pemerasan atau pungutan liar yang terjadi dipenjara. Hal ini wajar karena hukum yang berlaku adalah buatan manusia yang lemah dan terbatas, sebagaimana yang dijelaskan dalam firman Allah dalam surah Al-Ahzab (33) ayat 72:

“Sesungguhnya Kami telah menawarkan amanat kepada langit dan bumi dan gunung-gunung; tetapi semuanya enggan untuk memikul amanat itu dan mereka khawatir tidak akan melaksanakannya (berat), lalu dipikullah amanat itu oleh manusia. Sungguh manusia itu sangat zalim dan sangat bodoh”

Untuk itu, seharusnya pelaku dihukum dengan sanksi yang membuat jera. Bukan sanksi dari hukum buatan manusia yang sering salah menentukan benar dan salah, sehingga wajar jika banyak terjadi kriminalitas yang tiada akhir sebab hukumnya pun tak dirasa mampu menekan angka kejahatan malah membuat rumah tahanan penuh sesak.

Seharusnya pemerintah memikirkan cara untuk menekan angka kejahatan bukan menampung hasil kejahatan. Solusi yang tambal sulam di era sistem kapitalis membuat pemerintah kerja kerasakibat dampak dari penerapan sistem kapitalis maka wajar jika, solusinya pun melibatkan para kapitalis untuk meraup rupiah dari satu masalah yang terjadi di negeri ini. Mendirikan rumah tahanan swasta bagi para pelaku kejahatan salah satu solusi yang ditawarkan pihak swata kepada pemerintah, ini bukan solusi tapi bunuh diriyang bisa jadi kalau pemerintah menyetujui hal ini maka kejahatan akan marak, sebab tebalnya kantong para kapitalis tergantung pada tingginya pelaku kejahatan dan kriminalitas yang terjadi di indonesia.

Jika saja kita beriman dan mengambil hukum Allah dalam setiap masalah, maka penjara tidak akan over kapasitas dan para pelaku kejahatan atau yang berniat berbuat kejahatan akan berpikir seratus kali untuk berbuat kejahatan, dalam al quran sudah jelas disampaikan hukuman bagi pelaku kriminalitas. Hal ini terbukti saat penerapan islam selama 1300 tahun yang lalu dimana hanya terjadi 200 kasus pencurian saja dalam kurun waktu tersebut. Hal ini membuktikan penerapan Islam memberikan rahmat bagi seluruh alam.

Penulis: Nikmatul Khasanah S. Pd.

Kontak: 085241007457

Email: [email protected]

Alamat : Baubau


CitizenS adalah jurnalis warga (Citizen Jurnalisme) pembaca SULTRAKINI.COM. Redaksi memberi ruang pada pembaca untuk berkontribusi artikel (berita/opini/foto) tanpa intervensi (kecuali menyinggung SARA). Segala konsekuensi yang timbul akibat tulisan/gambar kontribusi CitizenS, sepenuhnya tanggung jawab penulis.

  • Bagikan