PSU Bombana: Antara Harapan dan Masalah

  • Bagikan
Dr. Hamiruddin Udu (Ketua Bawaslu Sulawesi Tenggara)

Pilkada adalah momentum istimewa yang diberikan negara kepada warga negara untuk ikut menentukan siapa yang akan memimpin mereka untuk kurung waktu lima tahun. Melalui pilkada, diharapkan bupati dan wakil bupati terpilih dapat meningkatkan kesejahteraan hidup rakyatnya.

Untuk itu, saat yang paling menentukan masa depan rakyat untuk lima tahun ke depan adalah saat 5 detik berada dibilik suara untuk memilih pemimpinnya. Artinya, ditangan rakyatnya sendirilah suatu daerah yang pilkada ditentukan apakah akan berkilau-memukau pembangunannya atau terpuruk-bercerai berai masyarakatnya. Rakyat pada saat itu memiliki legalitas dan dilindungi haknya untuk menentukan siapa yang akan menjadi Gubernur atau Bupatinya. Rakyat memiliki wewenang secara penuh tanpa intervensi dari siapapun untuk memilih siapa yang layak menjadi pemimpinnya. Terkait dengan momentum tersebut, Negara sangat menyadari bahwa kesejahteraan rakyat ditentukan dan dipengaruhi oleh kebijakan pemimpinnya. Oleh karena itu, negara memberikan hak istimewa kepada seluruh warganya untuk menentukan sendiri siapa pemimpinnya. Selanjutnya, untuk mewujudkan harapan rakyat tersebut, negara memberikan anggaran kepada gubernur atau bupati terpilih sejumlah uang ratusan milyar per tahun. Uang sebanyaknya itu sebenarnya adalah uang rakyat. Uang yang diambil dari pajak dan kekayaan alam bangsa Indonesia dan digunakan untuk mensejahterakan kesejahteraan seluruh rakyat. Pada konteks ini, kesejahteraan rakyat suatu daerah terlihat ditentukan oleh gubernur atau bupati terpilih.

Berpedoman pada cita-cita suci itu, maka semua pihak semestinya harus terlibat untuk mengawal memastikan seluruh tahapan proses dan hasil pemilihan kepala daerah sesuai ketentuan peraturan perundang-undangan yang berlaku. Dari tujuh (7) kabupaten/kota yang melaksanakan pilkada di Sultra pada Tahun 2017, terdapat satu kabupaten yang dianggap bermasalah. Kabupaten tersebut adalah Kabupaten Bombona.  Mahkamah Konstitusi melalui putusannya Nomor: 34//PHP-BUP-XV/2017, diantaranya memerintahkan kepada: (1) KPU Kabupaten Bombana untuk membatalkan Keputusan KPU Kabupaten Bombana Nomor 8/Kpts/KPU-Kab-026.659470/II/Tahun 2017 tentang Penetapan Rekapitulasi Hasil Penghitungan Perolehan Suara dan Hasil Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Bombana Tahun 2017; (2) memerintahkan kepada KPU Kabupaten Bombana untuk melaksanakan Pemungutan Suara Ulang dalam Pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bombana Tahun 2017 di 7 TPS, dibawa supervisi KPU Provinsi Sulawesi Tenggara dan KPU RI; (3) memerintahkan kepada Panwas Kabupaten Bombana untuk mengawasi pelaksanaan PSU dalam pemilihan Bupati dan Wakil Bupati Kabupaten Bombana Tahun 2017 dibawa supervisi Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara dan Bawaslu RI; serta (4) melaporkan hasil pelaksanaan PSU paling lama 15 hari ke Mahkamah Konstitusi.

Sejak perintah dalam putusan Mahkamah Konstitusi yang disebutkan di atas dibacakan, maka ada sejumlah lembaga yang terikat untuk melaksanakan perintah dimaksud. Sejumlah lembaga yang diikat tersebut adalah (1) Pemerintah Daerah Kabupaten Bombana sebagai fasilitator anggaran pelaksanaan PSU, (2) KPU, mulai dari KPU RI, KPU Provinsi Sulawesi Tenggara, KPU Kabupaten Bombana hingga KPPS di 7 TPS; (3) Bawaslu, mulai dari Bawaslu RI, Bawaslu Provinsi Sulawesi Tenggara, Panwas Kabupaten Bombana hingga Pengawas TPS di 7 TPS; dan (4) Kepolisian Republik Indonesia untuk melakukan pengamanan pelaksanaan PSU. Keempat lembaga tersebut, akan sangat menentukan sukses tidaknya pelaksanaan PSU yang diperintahkan oleh Mahkamah Konstitusi sebagai wakil negara yang berwenang mengadili perselisihan hasil pilkada. Salah satu dari keempat lembaga tersebut yang tidak jalan maka dapat dipastikan pelaksanaan PSU akan bermasalah. Oleh karena itu, keempat lembaga tersebut harus melakukan koordinasi maksimal guna menyukseskan pelaksanaan PSU. Tidak boleh ada satu lembaga menganggap lembaga lainnya sebagai subordinat, semua harus berjalan bersama, saling menghargai peran masing-masing sebagaimana telah diatur dalam undang-undang.

Di samping empat lembaga tersebut, stakeholders lain yang memiliki peran strategis untuk menyukseskan PSU Bombana adalah media massa, pasangan calon/tim sukses, dan masyarakat Bombana, khususnya masyarakat Bombana di 7 TPS yang PSU. Media massa diharapkan dapat memberitakan pelaksanaan PSU secara berimbang, netral dan bersifat edukasi. Pasangan calon atau tim sukses tidak melakukan langkah-langkah yang melanggar ketentuan peraturan perundangan yang ada, serta masyarakat Bombana khususnya di 7 TPS yang PSU hadir berpartisipasi dan mengawal pelaksanaan serta hasil PSU agar tetap jalan sesuai dengan ketentuan undang-undang. Semua pihak harus memastikan tidak ada intimidasi, tidak ada money politics, tidak ada orang yang memilih lebih dari sekali, tidak ada pemilih yang tidak memenuhi syarat yang mencoblos, serta tidak ada manipulasi perolehan suara.

Di sisi lain, PSU Bombana di 7 TPS yang akan dilaksanakan pada tanggal 30 Mei 2017  terlihat masih menyisakan sejumlah masalah atau berpotensi bermasalah bila tidak ditangani secara profesional. Sejumlah masalah yang sudah jelas saat ini adalah belum clear-nya data pemilih pada DPT di 7 TPS yang akan PSU. Permasalahan itu diantaranya adalah masih ditemukannya DPT ganda, orang yang terdaftar dalam DPT tapi sudah meninggal, dan sejumlah nama fiktif dalam DPT. Di samping itu, terdapat pula informasi adanya warga di 7 TPS yang PSU yang menetap di wilayah TPS lain yang tidak PSU atau sebaliknya. Potensi masalah yang diperkirakan akan rawan bisa terjadi adalah money politics bermodus bantuan sedekah serta pertemuan-pertemuan yang bersifat kampanye, yang dibungkus dalam bentuk kegiatan buka puasa bersama. Serentetan persoalan itu akan menjadi gelombang awan hitam yang membayangi sukses tidaknya pelaksanaan PSU Pilkada Bombana. Oleh karena itu, untuk meminimalisir terjadinya masalah tersebut diperlukan sejumlah langkah strategis sebagai berikut: (1) perlunya pencermatan dan validasi data pemilih; (2) perlunya kerjasama semua pihak untuk mengawal dan memastikan pelaksanaan PSU dilakukan sesuai aturan serta taat asas. Pencermatan dan validasi data pemilih dapat dilakukan melalui beberapa tahap. Tahap pertama adalah pencermatan secara administratif. Pencermatan data pemilih pada tahap ini digunakan untuk mengidentifikasi DPT ganda dan/atau kesalahan penulisan identitas data pemilih dalam DPT. Setelah dilakukan pencermatan secara administratif maka tahap berikutnya adalah tahap validasi data pemilih. Tahap validasi dilakukan dengan melakukan verifikasi faktual pemilih langsung di lapangan. Pada tahap ini, PPS/KPPS, Panwas, pihak pengamanan dari kepolisian dan saksi dari tim pasangan calon secara bersama-sama memvalidasi data pemilih dengan cara berkunjung dari rumah ke rumah warga di 7 TPS yang PSU untuk memastikan bahwa nama-nama warga yang ada dalam DPT hasil pencermatan administratif betul-betul ada orangnya dan memenuhi syarat sebagai pemilih. Hal penting lain juga yang perlu dilakukan adalah hasil dari pencermatan dan validasi atau verifikasi faktual data pemilih harus diberikan kepada semua pihak, baik KPU, Panwas, maupun Pasangan Calon/saksi Pasangan calon. Dengan metode tersebut, semua pihak khususnya penyelenggara pemilu dan pasangan calon memiliki data pemilih yang valid tentang jumlah pasti siapa saja warga Bombana yang bisa memilih di 7 TPS yang PSU. Kepastian jumlah pemilih yang memenuhi syarat akan meningkatkan akuntabilitas hasil PSU.

Berdasarkan uraian di atas, tampak bahwa PSU Bombana  masih memiliki sejumlah bayangan awan gelap yang perlu diantisipasi secara bersama-sama, baik penyelenggara, pasangan calon/tim sukses, pengamanan, maupun pemerintah dan masyarakat. Diharapkan semua pihak dapat bekerja sama, saling koordinasi, serta taat asas dalam melaksanakan dan mengawal PSU. Para penyelenggara ditingkat PPK, PPS, KPPS, Panwascam, PPL dan Pengawas TPS harus dibimbing maksimal untuk melaksanakan tugasnya. Pemerintah daerah, pasangan calon/tim sukses, dan masyarakat harus dipahamkan dengan aturan sehingga terhindar dari tindakan yang dapat melanggar ketentuan peraturan perundang-undangan. Bila hal tersebut tidak dilakukan secara tuntas maka awan hitam yang akan menjadi persoalan dalam pelaksanaan PSU Bombana akan terus menghantui hasil PSU. Dalam konteks itu, penyelenggara pemilu (KPU dan Panwas Bombana) perlu difasilitasi anggaran secara maksimal guna melaksanakan untuk menyingkirkan gumpalan awan hitam yang menghantui hasil PSU Bombana. 

Penulis: Dr. Hamiruddin Udu (Ketua Bawaslu Sulawesi Tenggara) 

  • Bagikan