Membangun Sultra dari Desa, Unilaki Mulai di Konut dan Koltim

  • Bagikan
Rektor Unilaki, Prof. La Ode Masihu Kamaluddin bersama Jurnalis Senior M. Djufri Rachim dalam Forum Diskusi Jurnalis yang digelar di salah satu hotel di Kendari, Sabtu (10/6/2017) sore. (Foto: Nova Al

SULTRAKINI.COM: KENDARI – Membangun Sulawesi Tenggara (Sultra) kini harus dimulai dari desa. Sebab kota tidak akan hidup tanpa sumber daya yang dikembangkan di pedesaan, terutama potensi pertanian. Universitas Lakidende (Unilaki) Unaaha, menggagas konsep desa pintar atau smart village yang dimulai dengan percontohan di Kabupaten Konawe Utara dan Kolaka Timur.

Diungkapkan Rektor Unilaki, Prof. La Ode Masihu Kamaluddin dalam Forum Diskusi Jurnalis yang digelar di salah satu hotel di Kendari, Sabtu (10/6/2017) sore, bahwa konsep smart village akan menyumbang pendapatan lebih besar untuk daerah. Dalam konsep ini, melibatkan empat elemen yang disebutnya Quarter Helix, yakni perguruan tinggi, pemerintah daerah, masyarakat dan pengusaha.

Perguruan tinggi berfungsi untuk melahirkan generasi muda yang berdedikasi membangun desa melalui sistem pertanian modern. Mahasiswa dari semua fakultas dilibatkan dalam pengembangan desa pintar tersebut. Prof. Masihu mengilustrasikan, mahasiswa Fakultas Teknik dilatih mendesain sistem desa yang modern, mahasiwa Ekonomi merancang model marketing, manajemen ekonomi dan packaging produk desa, mahasiswa Keguruan mentransformasi pola pikir modern kepada masyarakat desa, dan mahasiswa Ilmu Sosial dan Pemerintahan menata sistem pemerintahan desa. Sedangkan mahasiswa Pertanian akan membantu masyarakat bertani dengan sistem modern.

Pemerintah daerah, kata Masihu, menjadi penghubung kepada masyarakat sebagai pelaku utama, dengan perguruan tinggi sebagai penyedia tenaga terampil dan pengusaha yang akan menjadi pemodal sekaligus pembeli produk masyarakat desa.

“Untuk pertanian, logika yang dibangun adalah agroindustri, bukan agribisnis. Ada dua jenis pertanian, open fill agriculture (sistem pertanian terbuka) dan close agriculture (pertanian tertutup). Nah, kita kembangkan close agriculture dengan konsep green house,” terang Prof Masihu dalam sesi diskusi yang dipandu jurnalis senior M. Djufri Rachim.

Dia mencontohkan pola pertanian yang tengah menjadi pilot project Unilaki di Konawe Utara dan Kolaka Timur. Di dua kabupaten itu, pihaknya mengembangkan pertanian cabe dan tomat dengan sistem green house. Di Kampus Unilaki sendiri saat ini didirikan dua unit green house sebagai percontohan.

Pola bertani seperti ini, kata Masihu, akan memberikan hasil pertanian yang lebih produktif dan efisien. Memang modal yang dibutuhkan cukup besar, namun dengan konsep Quarter Helix, akan memudahkan hal ini. 

“Produk sudah ada yang siap beli. Kebutuhan pangan dunia saat ini sangat besar. Krisis pangan dunia ini membuka peluang besar bagi desa,” kata Masihu sembari mencontohkan masyarakat desa di Korea Selatan yang kini maju dengan sistem pertanian modern. 

Saat ini, pemerintah daerah di Kabupaten Konawe Utara dan Kolaka Timur menyiapkan 500 hektar untuk lahan pertanian modern di desa. Menyusul Kabupaten Buton Selatan yang sudah menandatangani kontrak dengan Unilaki, serta daerah lainnya dengan spesifikasi pengembangan produk pertanian yang berbeda.

Laporan: Nova Aliza

  • Bagikan